Kamis, 08 Desember 2011

Seputar Natal

DRAMA/TABLO NATAL – Apakah termasuk dalam ritual resmi Liturgi Natal?

Posted by liturgiekaristi on March 10, 2011
 
 
 
 
 
 
1 Vote
Topik :
MENJELANG NATAL. Dalam liturgi Natal sering diadakan semacam drama/tablo natal yang memerankankisah kelahiran Yesus, apakah itu termasuk dalam ritual resmi liturgi Natalatau hanya sekedar tambahan? Kapan/di bagian mana dalam liturgi selayaknyapementasan drama/tablo itu diadakan? Apakah boleh menggantikan bacaan Injiltentang kelahiran …Yesus?

PENCERAHAN dari Pastor Yohanes Samiran SCJ

Kalau tidak salah, topik ini pernah dibahas tahun lalu (atau saya ikut diskusi di forum lain??? hehehe). Pedoman umum yang baik untuk pendidikan menyangkut tata liturgi yang benar dan sekaligus juga keterbukaan untuk kreativitas ekspresi iman:
a. Penting sekali kita juga belajar liturgi yang baik dan benar. Nah, sebenarnya amat tidak dianjurkan mengubah (menambahkan atau mengurangi) bagian-bagian liturgi baku Ekaristi yang ada. Maka sedapat mungkin liturgi ekaristi dirayakan sebagai satu kesatuan lengkap tanpa dicampur adukkan dengan kepentingan tambahan, yang tidak diijinkan. Maksud kata diijinkan di sini adalah misalnya memang ada liturgi ekaristi tahbisan, perkawinan, dll – bagian ini sudah ada pedoman baku dan urut-urutan yang direstui dan dibakukan.
b. Maka sebaiknya kalau mau ada ekspresi atau kreativitas lain untuk mendukung peristiwa yang dirayakan hari itu, misalnya Natal, Jumat Agung dan mau ada tablo atau drama, sebaiknya ditempatkan :
(a) sebelum Misa; atau biasanya bukan pilihan menarik
(b) sesudah Misa. Mengapa tidak boleh menggantikan Injil? Injil harus tetap diwartakan; sementara tablo atau drama seringkali merupakan kombinasi dan plus tafsiran atas peristiwa kelahiran Yesus ini. Mengapa di luar Misa? Sesuai dengan maksudnya untuk membantu umat agar bisa mempersiapkan diri dengan baik untuk merayakan, merasakan, dan meresapkan makna Natal atau Jumat Agung yang dirayakan. Dan lagi supaya selama perayaan Ekaristi kita fokus kepada perayaan Penebusan Kristus yang diperbaharui di atas altar, dan bukan kepada yang lain: anak-anak pemain drama, panggung, dll. Kalau maksudnya untuk membantu anak-anak “merayakan Natal” – lebih baik buatlah acara (semacam resepsi Natalan – sesudah Misa) dan di situlah dipentaskan drama Natal itu.
c. Juga akibatnya kalau ditempatkan di dalam kesatuan liturgi, misalnya setelah Injil atau sebelum Injil – akan bisa memecahkan fokus dan kekhidmatan liturgi dan perhatian kita. Mau tidak mau kalau ada pementasan seolah kita pause sebentar, mengundang komentar dan penilaian langsung atau tidak langsung. Juga perhatikan reaksi anak-anak lain saat melihat teman mereka pentas. Apalagi kalau ada yang lucu (bukan melucu, tetapi karena keluguannya, misalnya anak kecil yang jadi malaikat atau gembala tampil dengan ragu entah selalu melihat pelatih, teman dll —- sehingga umat seolah sejenak “dikeluarkan” atau digeserkan dari liturgi ekaristi dan diajak menikmati “dunia panggung” itu.
d. Drama atau tablo tidak dipentaskan di atas altar, tetapi di bawah altar, misalnya di antara altar dan bangku umat, kalau tetap menggunakan gereja (walau sebenarnya tidak dianjurkan) untuk pementasan ini. Persoalannya biasanya orang (pelatih, dan yang main) tidak puas karena tidak begitu terlihat oleh semua umat. Maunya pentasnya menjadi pusat dan diperhatikan oleh semua umat lain.
Itulah prinsip umum sekitar dramatisasi yang biasa muncul dalam perayaan kita, melengkapi komentar atau tanggapan dari teman-teman lain.
SalamYohanes Samiran SCJ
PENCERAHAN DARI PASTOR ADMIN PAGE SEPUTAR LITURGI
Dear fans, ttg Tablo Natal dan Bac Injil.
1) Dalam Liturgi Natal tak ada keharusan menampilkan tablo. Missale Romanum TIDAK mencantumkan ketentuan bhw tablo mrpkn unsur KONSTITUTIF liturgi [malam] natal.
2) Tablo mrpk salah satu tindakan OLAH KESALEHAN yg berasal usul dari adegan panggung, dan di luar konteks liturgi. Seiring dgn perjalanan waktu, adegan panggung ini kemudian mulai dibawa msk ke dlm liturgi resmi, lewat kultur romantik-germanik. Bukan saja tablo natal, tp juga rangkaian drama jumat agung (di beberapa tmpt ini dibuat!) jg ada dalam konteks tsb.
3) menampilkan tablo pd malam natal tentu baik. Namun, unsur2 tambahan itu HARUS MENDUKUNG LITURGI RESMI dan MEMBANTU PENGHAYATAN umat. Tablo yg mahal & memukau namun gagal mbantu umat menghayati misteri hakiki dari perayaan Natal, justru hy menjerumuskan liturgi pada level adegan panggung.
4) Karna itu, sekiranya pastor paroki mengijinkan tablo ditampilkan dlm perayaan [vigili] natal maka perlu diatur dgn matang ‘tempatnya’ dlm liturgi dan durasinya. Misal: sebelum misa selama 10-15 menit.
5) Tablo yg terlalu panjang bisa mengandung ‘bahaya pengaburan’ yaitu umat bisa bingung antara mana yg INTI dan mana yg TEMPELAN. Sederhananya, tablo tak lebih dari ‘sekedar pemanasan’.
6) Karena tablo BUKAN INTI perayaan, melainkan (katakanlah) semacam pendukung penghayatan dalam liturgi resmi, maka TIDAK BOLEH merusak liturgi. Misal: menggantikan Bac Injil dgn tablo.
7) Seturut ketentuan PUMR 60, Bacaan INJIL mrpk PUNCAK Liturgi Sabda. Dan bac Injil mendapat tempat dan penghormatan liturgis yg lebih istimewa dibanding bacaan2 lainnya. Lihat saja, pembacanya harus klerus (PUMR 59), ada aklamasi2 khusus, umat harus berdiri ketika pemaklman injil, ada pendupaan Injil, dan kadangkala dlm perayaan2 meriah Kitab Bacaan Injil (Evangeliarum) dipakai untk memberkati hadirin.
8) Tablo juga tak pernah boleh dijadikan pengganti HOMILI. Karena homili bersifat WAJIB terutama pd Hari Minggu/Raya dan pesta wajib dan bhw homili hanya boleh diberikan oleh klerus, serta TIDAK PERNAH BOLEH diserahkan kpd awam [selengkapnya: di PUMR 66].
9) Pendek kata, meski tidak wajib, tablo natal boleh dibuat. Tapi tablo tidak pernah boleh menggantikan pembacaan Injil dan homili.
Selamat merancang persiapan natal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar